Friday, April 8, 2005

Wisata Indonesia : Gua Sunyaragi, Cirebon


Sunyaragi berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebgaai Tamansari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “sunya” yang artinya adalah sepi dan “ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sansekerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.


Taman Air Sunyaragi
 Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektar. Objek cagar budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Lokasi dimana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Sunyaragi milik PLN, persawahan dan menjadi pemukiman penduduk. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.

Lukisan artis tentang gua Sunyaragi
Lukisan suryaragi
Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar komplek aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.

Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi. Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan.

Sejarah Pembangunan Gua Sunyaragi
Gua Suyaragi
Gua Sunyaragi dengan latar belakang PLTG dan Gunung Ciremai Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.

Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.

Arsitektur Gua Sunyaragi
Arsitektur Suryaragi
Menurut R. Supriyanto, mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain dan Seni UNIKOM yang membuat tesis berupa film dukomenter tentang Gua Sunyaragi, dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.

Gaya Cina terlihat pada ukiran bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.

Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasholatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.

Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut mempengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat sholat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti.

Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.

Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.

0 comments:

Post a Comment